Friday, December 4, 2015

Lelah


            Lelah. Ya, lelah. Bukankah kita sering mengucapkannya? Sering merasakannya? Apapun namanya. Mungkin dinamai dengan letih, capek. Intinya itu jugakan? Kalau didefinisikan agak sulit menjelaskannya. Yang jelas lelah itu adalah ketika diri merasakan harus beristirahat sejenak atau dalam jangka lama karena mendapatkan beban yang berlebih. Itu definisi sederhananya. Entahlah jika di KBBI bukan begitu.
            Jadi simpelnya bisa dikatakan kita boleh merasakan lelah jika kita sudah mendapatkan beban berlebih, sehingga perlu istirahat. Sebagai contoh, kita butuh istirahat setelah kita menjalani aktivitas seharian. Maka kita pun tidur dimalam hari. Atau lainnya, petani yang sudah bekerja seharian di kebun sehingga ia perlu istirahat mengembalikan tenaganya.
            Ada hal menarik setelah kita uraikan definisi dan contoh lelah. Apakah kita istirahat setelah menjalani aktivitas atau pak tani istirahat setelah bekerja seharian di kebun itu karena lelah? Atau karena ingin menyegarkan tubuh sejenak agar bisa beraktivitas kembali? Maka kemungkinan besarnya adalah kita istirahat untuk sekadar menyegarkan tubuh kembali agar bisa kembali beraktivitas. Penting diingat, lelah itu ketika kita mendapat beban berlebih. Nah, apakah kita atau pak tani itu mendapatkan beban berlebih? Rasanya tidak, karena sudah biasa.
            Hal ini menjadi semakin menarik ketika kita hubungkan dengan diri sendiri. Bukankah kita sering merasakan lelah? Nah, apakah lelah ini disebabkan oleh beban  berat yang ditanggung? Ataukah kita saja yang agak ‘lebay’ merasa lelah? Ada perkataan yang mungkin tak asing bagi kita. “Hidup terasa berat karena terlalu banyak gaya”. Bisa jadi saja karena ini.

            Kawan, jujur saja dulu aku juga sering merasakan lelah. Aku lelah mengapa aku banyak cobaan. Aku lelah kenapa hidupku banyak masalah. Aku lelah kenapa aku saja yang diberikan mssalah seperti ini. Mengapa tidak orang lain? Mengapa banyak keinginanku tak tercapai? Kalau sudah banyak lelahnya, ujung-ujungnya pasti merasa muak. Namun, semakin bertambah usia aku semakin sadar. Aku lelah kenapa? Emang udah ngerjain apa kok lelah? Rasanya nggak ngapain-ngapain kok lelah? Hei, orang yang sudah sibuk melakukan banyak hal saja tak ada kata lelah dari dirinya.
Kawan, coba kita pikirkan. Pantaskah diri kita menyebut kita lelah? Kalau bicara lelah, bukankah harusnya dulu nabi bersama sahabatnya diperiode Makkah lebih pantas mereka mengatakan lelah? Lihatlah, dimasa itu mereka harus mendapatkan penyiksaan yang berat. Kurang beratkah siksaan Bilal yang ia habis dicambuk, dipukuli, ditindih pakai batu ditengah padang pasir yang sangat panas. Dan itu dilakukan berulang-ulang. Kurang beratkah kehidupan Sumayyah yang habis dipukuli dan dijemur ditengah teriknya cuaca di arab hingga ia harus meregang nyawa dengan tusukan yang memilukan? Tapi mereka tidak merasa lelah kawan, mereka malah bersabar. Ya, sabar yang sulit dicari tandingannya. Semakin disiksa semakin tampak surga dimata mereka. Atau kisah Salman al-Farisi yang mencari kebenaran iman. Ia harus pergi meninggalkan orangtuanya. Ia pergi ke negeri antah-berantah. Ditipu, dijual menjadi budak. Lalu mengapa ia tidak mengatakan? “Ah, sudahlah aku sudah lelah. Bahkan jika kita uraikan satu-satu kisah sahabat-sahabat nabi yang mulia, teramat mulialah mereka.
Atau kisah dari sahabat nabi hingga masa kesultanan Turki Utsmani untuk meruntuhkan tembok Konstantinopel. Mengapa tidak ada dari mereka yang mengatakan lelah? Atau lebih kecilnya lagi. Ketika Sultan Muhammad al-Fatih melakukan mengepungan untuk merobohkan Konstantinopel. Pengepungan yang berlangsung selama berbulan-bulan itu bukankah sesuatu hal yang membosankan dan melelahkan? Tapi mengapa mereka tetap bertahan? Bukankah itu satu hal yang penting untuk kita renungkan.
Bahkan dimasa kita ini. Bukankah mujahidin yang ada di Palestina, Suriah, Afghanistan, atau negeri manapun, mereka lebih layak untuk mengatakan lelah? Lihatlah mujahidin di Palestina yang tiada habisnya digempur zionis Israel. Tapi mereka tetap teguh mempertahankan Masjidil Aqsa. Kalau tidak, entah bagaimana jadinya Masjidil Aqsa kita. Begitu juga mujahidin di Suriah. Anak-anak disana untuk sekolah saja sulit. Rumah mereka habis digempur pasukan Bassar Asad bersama pasukan Syi’ah lainnya. Tiada habisnya. Tapi tetap saja tetap teguh dan sabar. Pantaslah mereka menjadi makhluk akhir zaman terbaik. Aduhai, malulah diri.
Kini, pantaskah diri merasa lelah? Apa yang sudah dilakukan untuk agama ini sehingga merasa lelah? Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikan sehingga merasa lelah? Berapa siksaan yang telah diterima sehingga merasa lelah? Adakah keluarga atau sahabat yang harus meregang nyawa demi perjuangan ini sehingga merasa lelah? Kalau semua jawabannya tidak ada, lalu mengapa merasa lelah? Sedangkan mereka yang sudah begitu banyak berkorban tak ada mengatakan dirinya lelah.
Kawan, harusnya kita lelah karena diri ini masih banyak bermaksiat kepada Allah. Kita lelah karena hidup yang dijalani banyak yang tak bermanfaat. Kita lelah hidup kita banyakan tidur daripada bekerja. Kita lelah dengan aktivitas yang tak bermanfaat. Kita lelah karena belum memberikan apa-apa pada umat ini. Kita lelah karena begitu malas dalam menuntut ilmu, terutama ilmu agama. Kita lelah karena belum bisa ta’at pada Allah dan RasulNya. Kita lelah dalam posisi itu. Karena jika kita lelah dengan kondisi itu, kita ingin beristirahat dan meninggalkan semua kondisi itu. Kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi lebih baik. Kita akan mengerjakan apapun yang bisa dilakukan untuk umat ini. Kita ingin berkontribusi sekecil apapun itu.
Namun, jika diri masih merasakan lelah. Sudah bosan dengan semua keadaan. Tak mau lagi mengerjakan apapun. Hidupnya tinggal rutinitas belaka. Sadarlah diri, bahwa kita Allah larang untuk berputus asa dari rahmat Allah. Ingatlah, manisnya perjuangan dipetik setelah berlelah-lelah dan berpeluh. Karena tak ada surga bagi orang yang hanya berdiam diri tak melakukan apa-apa. Sadarilah, pekerjaan yang harus dilakukan lebih banyak dari waktu yang tersedia. Hentikan berkata aku sudah lelah, dan aku ingin istirahat. Karena istirahat yang hakiki itu hanya di surga. Agar diri tetap termotivasi ketika sedang malas, merasa lelah atau apapun. Pikirkanlah, saya sudah melakukan apa?

Salam Hangat

Sastrawan Tarigan

0 comments:

Post a Comment