Abu Ubaidah bin Jarrah: Shahabat Nabi Yang Sederhana dan Zuhud
Nama asli Abu Ubaidah adalah Amir dan tidak berubah ketika masih zaman jahiliyah sampai ia masuk Islam, beliau diberi gelar Abu Ubaidah, dengan nama inilah beliau lebih banyak dikenal orang. Nama lengkapnya adalah Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harits bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah.
Abu Ubaidah adalah salah seorang sahabat nabi yang mulia. Kepribadiannya begitu sederhana, ia begitu zuhud dan tidak mau menyombongkan diri, hidupnya begitu sederhana. Beliau adalah salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah. Dirinya adalah orang yang terpercaya bahkan Rasulullah menjulukinya sebagai Amin Al-ummah(kepercayaan ummat).
Karena kesederhanaan beliau sampai-sampai Umar bin Khattab pun tidak suka berselisih pendapat dengan dia, padahal kita tahu bagaimana watak Umar Radhiyallahu 'anhu yang begitu keras. Namun, kepada Abu Ubaidah ia tidak suka berselisih pendapat dan begitu mengagumi beliau. Bahkan Umar pernah menangis karena melihat sederhananya Abu Ubaidah dan tidak tertipu kehidupan dunia.
Dalam sebuah riwayat yang diriwiyatkan oleh Abu Hudzaifah, ketika kaum Muslimin berhasil menguasai daerah Syam, penguasa Romawi berkeinginan mengirim utusan kepada Abu Ubaidah yang ketika itu menjadi Gubernur Syam dengan tujuan untuk berunding.
Penguasa Romawi mengatakan, " Kami menginginkan untuk mengirimkan kepadamu hal-hal yang berkaitan dengan perdamaian dan mengajakmu kepada keadilan. Jika engkau sudi menerimanya, semoga demikian baik untukmu dan baik untuk kami, tetapi jika engkau menolak, maka kami tidak melihat sesuatu kecuali keburukan bagimu" ucap penguasa Romawi.
Mendengar permintaan tersebut, Abu Ubaidah bin Jarrah berkata, "kirimkan siapapun yang engkau inginkan."
Setelah ada kesepakatan tersebut, beberapa waktu kemudian, penguasa Romawi mengirimkan utusan seorang laki-laki yang berpostur tinggi dan berwarna kulit kemerah-merahan yang alami.
Setelah utusan tersebut sampai ke perkemahan pasukan Muslimin, ia tidak tahu yang mana diantara orang-orang yang sedang berkumpul tersebut gubernur kaum Muslimin yang bernama Abu Ubaidah bin Jarrah. Ia juga tidak mengetahui apakah Abu Ubaidah ada dalam perkumpulan tersebut atau tidak. Ia juga tidak melihat ada tempat duduk khusus untuk seorang pemimpin seperti pemimpin biasanya yang ia ketahui.
karena ingin segera mengetahui dimana Gubernur Syam yang bernama Abu Ubaidah bin Jarrah, maka utusan tersebut bertanya, "Wahai orang-orang Arab, dimana pemimpin kalian?"
Mendengar pertanyaan tersebut kaum Muslimin menjawab, "Itu pemimpin kami" (sambil menunjuk ke sebuah arah)
Mendapat jawaban itu, maka ia langsung menoleh ke arah yang ditunjuk kaum Muslimin, dan disana ternyata terdapat Abu Ubaidah bin Jarrah yang saat itu sedang duduk di atas tanah. Beliau ketika itu sedang memegang rumput basah untuk memberi makan kuda miliknya. Di tangan beliau yang lain terdapat beberapa anak panah yang beliau letakkan di depannya.
Melihat keadaan Abu Ubaidah bin Jarrah demikian, utusan tersebut berkata, "Apakah benar engkaau pemimpin mereka?"
"Benar" jawab Abu Ubaidah
"Kenapa engkau duduk di atas tanah?" tanya utusan.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Abu Ubaidah menjawab, " Apakah engkau mengira duduk di atas bantal atau di bawahmu terdapat permadani, hal tersebut akan menjadikanmu mendapat tempat duduk yang serupa kelak di sisi Allah?, atau malah akan menjauhkanmu dari kebaikan?"
Gubernur Syam Abu Ubaidah bin Jarrah pun melanjutkannya, " Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak malu terhadap sebuah kebenaran, oleh karena itu aku akan berkata jujur kepadau. Sebenarnya aku tidak memilik apapun kecuali pedangku ini, kuda, juga senjataku ini. Kemarin aku memiliki sebuah keperluan untuk memenuhi kebutuhanku, karena aku tidak memiliki apa-apa, amaka aku berutang kepada saudaraku( yang dimaksud disini adalah Mu'adz bin Jabal)". Lalu ia melanjutkan, "Seandainya saja aku memiliki permadani ataupin bantal, amak aku tetap saja tidak duduk diatasnya, tetapi aku akan mendudukkan bantal dan permadani tersebut ke saudaraku muslim yang aku tidak tahu, jangan-jangan ia memiliki kedudukan yang lebih baik dariku di sisi Allah azza wa jalla di bumi ini."
Kami adalah hamba-hamba Allah, sama-sama berjalan di atas bumi juga duduk di atasnya, kami makan dan tidur di atasnya, dan yang demikin tidak ada mengurangi sedikit pun derajat kami di sisi Allah, tetapi yang demikian malah akan menjadi sebab bertambahnya pahala kami dan juga ketinggian derajat kami di sisi-Nya. Kemarilah, dan sampaikan keperluan yang membuatmu datang kesini.
Begitulah salah satu kisah dari shahabat nabi yang mulia, Abu Ubaidah bin Jarrah. Barangkali banyak hikmah dan teladan yang dapat kita petik. Salah satunya adalah kehidupan sederhana dan zuhudnya beliau. Selain itu, kisah ini menggambarkan gambaran seorang pemimpin yang sederhana. Jika kita korelasikan dengan kehidupan sekarang, maka akan sangat sulit atau bahkan telah punah pemimpin-pemimpin seperti Abu Ubaidah bin Jarrah.
Demikianlah kisah ini, semoga bermanfaat dan kita pun senantiasa untuk belajar hidup sederhana dan menumbuhkan sifat zuhud dalam diri kita. Agar kita senantiasa merasa diri kita lemah, merasa bahwa pengawasan Allah kepada kita tidak pernah lepas, dan semuanya ini tentunya kita berharap kita akan menjadi hamba yang hidup dan berjalan di muka bumi Allah ini semata-mata hanya mengharapkan ridha dari Allah subhanahu wata'ala.
Semoga Bermanfaat Ya Ikhwah:-)
0 comments:
Post a Comment