Sunday, November 29, 2015

Pertemuan dan Perpisahan


Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Itulah hidup. Sayangnya kita tak bisa memilih dan menentukan dengan siapa kita bakal bertemu lalu berpisah. Kapan kita bertemu dan berpisah. Dengan cara apa serta momen yang bagaimana kita bertemu dan berpisah. Kalaulah bisa memilih, tentulah kita sangat ingin membuat pertemuan dan perpisahan dengan indah. Ya, indah menurut pikiran kita.
Aku yakin engkau pun pasti sering mengalami pertemuan-pertemuan dengan seseorang yang tak pernah disangka-sangka. Ketemu di masjid lalu cerita, eh, jadi sahabat aja. Ketemu di kereta, sama-sama bosan menunggu sampai tujuan. Akhirnya memulai pembicaraan. Eh, udah akrab aja seperti udah kenal lama. Atau bertemu disatu undangan dikenalin teman, yah besoknya sudah jadi sohib aja. Yah, tak diduga tapi begitulah.
Tapi tentu kita juga pernah mengalami pertemuan yang sekejap lalu sudah, usai. Seperti pertemuan di busway cerita lalu berakhir, tanpa suatu hal yang jelas.  Pertemuan di pesawat, atau pertemuan dengan preman atau copet. Kan itu juga pertemuan. Singkat, padat, dan berkesan. Hehehe.
Sama halnya dengan perpisahankan. Ada perpisahan yang begitu lama. Mulai bertemu sejak kecil, berteman, jadi sahabat, hingga ajal yang memisahkan. Ada juga yang bertemu, kenal berapa lama, lalu berpisah, tanpa apapun kejelasannya. Yang jelas berpisah saja. Ada pula yang bertemu setiap hari ya bertemu aja. Kayak pedagang dan pembeli di pasar.
Sama denganmu, aku juga ditakdirkan Allah bertemu orang-orang yang luar biasa, walaupun hanya dalam waktu singkat. Ya, sangat singkat sekali. Pertemuan pertama aku menyalaminya. Dipertemuan kedua aku sudah ikut menyalatinya.
Pertama, Allah takdirkan aku bertemu dengan ustadz Badru. Beliau seorang pengajar di pondok pesantren Isy Karima. Saat itu beliau sedang terbaring lemah di rumah sakit. Aku belum mengenalnya, karena aku baru sampai di Solo. Aku hanya mendengar keistiqomahan dan tawadhu’ serta sikap wara’ beliau dari santri-santrinya.  Aku menyalami tangannya yang sedang terbaring.
Itulah pertemuan pertamaku dengan beliau. Setelah itu aku tak pernah bertemu lagi dengan beliau. Aku hanya mengikuti perkembangan kondisi beliau dari teman-teman santri beliau. Namun, beberapa minggu kemudian kabar itu datang. Beliau telah meningal. Begitu cepat kabar tersebut. Padahal itu baru beberapa hari setelah Idul Adha.  
Aku memang tak mengenal beliau secara pribadi, tak pernah ikut majelis beliau. Tapi aku menjadi saksi bahwa beliau adalah orang yang istiqomah d jalan yang lurus, penyambung silaturrahim, dan penjaga ukhuwah. Aku bisa menyaksikan itu ketika shalat jenazah. Sudah sering aku ikut shalat jenazah, tapi belum pernah aku ikut shalat jenazah seperti ini. Ribuan orang ikut menyalati beliau, kami semua menangis melepas beliau, menangis dalam shalat kami, kami menangis ketika mendo’akan beliau. Ini bukan duka Isy Karima tapi duka umat Islam di Jawa tengah. Orang terus berdatangan dan bergantian untuk menyalatkan beliau. Ya beliau rahimahullah. Semoga Allah menyayangi beliau dan menjadikan kuburnya sebagai taman-taman surga.
Kedua, Allah takdirkan aku bertemu dengan Dokter Tunjung Suharso. Ketika itu beliau berkunjung ke salah satu unit Isy Karima tempat aku mengabdi. Aku menyalami dan mencium tangannya. Aku sudah lama mendengar namanya, begitu familiar. Tapi aku tak tahu beliau yang mana. Maka Allah pertemukan kami.  Beliau adalah penyokong utama pondok pesantren Isy Karima. Dokter ahli bedah terkemuka. Beliau adalah bapak dari huffazh.
Belakangan kondisi beliau memang kurang sehat. Tak lama setelah itu, kudapati kabar kondisi beliau memburuk. Dan beberapa waktu kemudian, kudapati kabar kembali bahwa beliau sudah meninggal. Begitu cepat semuanya. Allah hanya izinkan aku bertemu sekali dengan beliau. Begitu singkatnya semuanya, terkadang bahkan seperti tak disadari.
Kami kembali berduka, ini adalah tahun duka bagi semuanya. Kami menyalatkan beliau pukul 12 malam. Namun masjid penuh dihadiri ribuan orang. Sampai ke pemakaman kami mengantarkan jenazahnya. Kami semua tak merasakan kantuk untuk mengantarkannya ke pemakaman. Walaupun tempatnya cukup jauh dan harus berjalan kaki.
Aku tak banyak mengenal tentang beliau. Namun ketika mendengar cerita santri dan ustadz tentang beliau. Jelaslah beliau manusia yang banyak manfaat bagi orang lain. Kabar meninggalnya beliau banyak ditulis di koran lokal solo. Maka ku cek apa tanggapan orang tentang beliau. Di salah satu media online Solo kucek satu persatu komentar masyarakat. Aku begitu terharu ketika mereka pun begitu sedih. Mereka berkisah tentang beliau yang telah banyak membantu mengobati orang yang sakit dengan izin Allah, meringankan beban orang yang berobat, bahkan tak sedikit yang beliau gratiskan. Itulah beliau.
Mereka berdua, Ustadz Badru dan Dokter tunjung telah dipanggil Allah. Kami menyayangi kalian berdua wahai orang-orang mulia, tapi Allah lebih mencintai kalian. Kini kalian telah tiada, tapi nama kalian tetap diingat dan pribadi kalian coba kami teladani. Perjuangan kalian coba kami lanjutkan. Kami yang ditinggal kini yang perlu memikirkan bagaimana kelak kami mati. Padahal kematian tak dapat dimajukan atau dimundurkan walau sedetik jua.
Begitulah pertemuan dan perpisahan kita. tak dapat kita skenariokan bagaimana awal dan akhirnya. Sudah berapa banyak pertemuan dan perpisahan terjadi dalam hidup kita? Terkadang terasa menyesakkan terkadang juga melapangkan dada. Kita hanya perlu berusaha membuat pertemuan dan perpisahan yang baik.
Kini aku mungkin berkesempatan bertemu dengan semua kalian wahai saudaraku. Tak sempat aku mengucapkan kata maaf atas salahku, menghalalkan apa yang haram kuperbuat atas kalian. Mungkin bisa jadi ini menjadi pertemuan terakhir kita sekaligus menjadi perpisahan kita. Bahkan bertemu muka pun kita tak sempat.
Kepadamu, ketahuilah aku sangat menyayangimu, sangat membanggakanmu, begitu merindukan kehadiran bersamamu. Itulah, mungkin aku tak bisa mengatakan secara langsung. Aku bingung untuk menunjukkannya. Jika ini menjadi pertemuan terakhir, aku berharap perpisahan ini menjadi titik balikmu untuk terus berjuang.  Besar harapanku akan itu.

Salam Hangat dari Saudaramu
Sastrawan Tarigan


0 comments:

Post a Comment